JENTERANEWS.com – Di tengah sorotan tajam terkait dugaan pungutan Sumbangan Biaya Akhir Tahun (SBAT) sebesar Rp 770 ribu, Komite Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Sukabumi akhirnya angkat bicara. Melalui perwakilannya, Eka Setia, pihak komite memberikan klarifikasi lengkap, menyebut bahwa pungutan tersebut memiliki landasan hukum dan merupakan hasil musyawarah, kendati mengakui adanya jeda waktu sosialisasi surat edaran Gubernur Jawa Barat tentang larangan biaya perpisahan.
Polemik pungutan di MAN 4 Sukabumi mencuat setelah sejumlah orang tua siswa mengeluhkan kewajiban membayar Rp 770 ribu untuk berbagai keperluan akhir tahun, termasuk asesmen, administrasi akademik, hingga bimbingan karir. Hal ini kontras dengan semangat kampanye “sekolah gratis” Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan imbauan tegas Gubernur untuk meniadakan biaya perpisahan. Salah seorang ibu bahkan mengaku terpaksa meminjam uang demi memenuhi kewajiban tersebut, khawatir akan kendala administrasi bagi anaknya.
Menanggapi keluhan yang kian meluas, Eka Setia dari Komite MAN 4 Sukabumi menjelaskan bahwa Sumbangan Akhir Tahun tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2020. “Sumbangan Akhir Tahun tersebut berdasarkan Peraturan Mentri Agama PMA nomor 16 Tahun 2020,” tegas Eka.
Lebih lanjut, Eka Setia menyatakan bahwa keputusan pungutan tersebut merupakan hasil musyawarah bersama orang tua siswa yang dilaksanakan pada 19 Desember 2024. “Dan hasil musyawarah bersama orang tua siswa pada 19 Desember 2024,” jelasnya.
Namun, Eka Setia tidak menampik adanya kendala terkait perbedaan waktu antara keputusan komite dengan terbitnya surat edaran dari Gubernur Jawa Barat. “Sementara surat edaran gubernur keluar pada Pebruari 2025. Setelah terbit edaran kami belum sempat mensosialisasikannya kepada orang tua wali murid,” ungkap Eka, menjelaskan alasan mengapa himbauan gubernur belum tersampaikan sepenuhnya kepada seluruh wali murid.
Eka Setia juga mengonfirmasi bahwa pungutan ini ditujukan untuk siswa kelas 12 yang berjumlah 226 orang. Namun, ia menegaskan bahwa pembayaran tersebut bersifat tidak wajib bagi semua siswa. “Sumbangan Akhir Tahun itu untuk kelas 12 yang berjumlah 226 namun tidak semuanya membayar,” imbuhnya.
Mengenai alokasi dana yang telah terkumpul, Eka Setia mengungkapkan bahwa uang tersebut telah digunakan untuk berbagai keperluan terkait acara perpisahan. “Adapun uang yang terkumpul hasil dari yang membayar kami pakai untuk biaya kelulusan seperti pembelian medali, pemotretan dan lain-lain,” katanya, sekaligus mengonfirmasi mengapa dana yang sudah dibayarkan tidak dapat dikembalikan.
Meski demikian, pihak komite tidak dapat memberikan rincian pasti mengenai jumlah siswa yang telah membayar dan yang belum. “Jumlah berapa yang sudah bayar dan yang tidak bayar pihak komite tidak bisa memberikan keterangan,” ujar Eka.
Menyikapi keluhan dan keberatan dari sejumlah orang tua wali murid, Eka Setia memastikan bahwa pihak sekolah tidak akan tinggal diam. “Atas keluhan dan keberatan orang tua wali murid ini pihak sekolah akan mengadakan rapat intern guna mengevaluasi kebijakan yang ada di MAN 4 Sukabumi,” pungkasnya, mengisyaratkan kemungkinan adanya peninjauan ulang terhadap kebijakan pungutan di masa mendatang.
Penjelasan dari pihak komite ini diharapkan dapat menjernihkan duduk perkara pungutan di MAN 4 Sukabumi, meskipun masih menyisakan pertanyaan besar terkait implementasi kebijakan “sekolah gratis” dan koordinasi antarlembaga pendidikan. Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya transparansi dan komunikasi yang efektif antara pihak sekolah, komite, orang tua, dan pemerintah. Diharapkan, melalui evaluasi internal yang dijanjikan, MAN 4 Sukabumi dapat menemukan solusi yang mengedepankan prinsip keadilan dan akses pendidikan yang merata, sehingga semangat “sekolah gratis” benar-benar terwujud tanpa membebani wali murid dan tetap menjamin kualitas pembelajaran bagi seluruh siswa.(*)
[Laporan: Oto Iskandar| Editor: Hamjah]