JENTERANEWS.com – Di tengah gegap gempita kampanye “sekolah gratis” yang digaungkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pil pahit justru harus ditelan oleh para orang tua siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Sukabumi. Bertolak belakang dengan imbauan tegas Gubernur agar tak ada biaya perpisahan, sekolah yang berlokasi di Kecamatan Purabaya ini diduga kuat masih menarik Sumbangan Biaya Akhir Tahun (SBAT) sebesar Rp 770 ribu dari para wali murid. Praktik yang kontradiktif ini sontak memicu keluhan dan memaksa sebagian orang tua merogoh kocek lebih dalam.
Seorang ibu, yang memilih untuk tetap anonim demi ketenangan anaknya, tak kuasa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan nada getir, ia mengungkapkan, “Saya terpaksa meminjam uang demi membayar. Dilematis rasanya, takut anak saya terkendala administrasi dan khawatir menjadi beban moral baginya.” kata salah satu orang tua siswa MAN 4 Sukabumi. Minggu (11/5/2025)
Sebuah tabel rincian pungutan senilai Rp 770 ribu yang diterima orang tua siswa memperjelas alokasi dana yang dipersoalkan. Ironisnya, pos-pos biaya yang tercantum justru meliputi aspek fundamental pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah atau didanai oleh anggaran negara. Rincian tersebut meliputi:
- Asesmen Akhir Program-Praktik (AAP-Praktik)/ AM Praktik (6 Mapel): Rp 75.000
- Asesmen Akhir Program-BK (AAP-BK)/ AM Tulis (16 Mapel): Rp 220.000
- Penulisan Raport/Ijazah/STL: Rp 75.000
- Album Kenangan/Medali: Rp 135.000
- Pemotretan untuk Ijazah: Rp 40.000
- Input dan Pengolahan Data Akhir: Rp 75.000
- Bimbingan Masuk PTN/Bimbingan Karir: Rp 150.000
- Total: Rp 770.000
Terlihat jelas bahwa pungutan ini jauh melampaui sekadar biaya perpisahan yang kini dilarang. Biaya-biaya esensial seperti asesmen, administrasi akademik (rapor dan ijazah), hingga bimbingan karir turut dibebankan kepada orang tua. Hal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi pengelolaan keuangan di MAN 4 Sukabumi dan kepatuhannya terhadap regulasi pendidikan gratis.
Kendati demikian, tersiar kabar bahwa sebagian orang tua siswa memilih untuk tidak membayar iuran tersebut menyusul adanya himbauan dari pihak sekolah yang menyatakan bahwa pembayaran bersifat sukarela. Namun, bagi mereka yang telah membayar, dana tersebut dikabarkan tidak akan dikembalikan dengan alasan telah digunakan untuk persiapan acara perpisahan, sebagaimana disampaikan oleh ketua komite.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri telah berulang kali menegaskan komitmennya terhadap pendidikan gratis, terutama untuk jenjang dasar dan menengah yang berada di bawah naungannya. Meskipun MAN 4 Sukabumi berada di bawah naungan Kementerian Agama, semangat “sekolah gratis” diharapkan dapat menjangkau seluruh institusi pendidikan, khususnya dalam memberantas pungutan liar yang membebani masyarakat.
Kejanggalan semakin mencuat ketika JENTERANEWS.com mencoba mengonfirmasi perihal pungutan ini kepada salah seorang guru MAN 4 Sukabumi. Mursid, nama guru tersebut, mengaku tidak mengetahui adanya pungutan SBAT. “Saya tidak tahu menahu soal itu. Nanti saya tanyakan kepada komite, karena yang melakukan rapat dengan orang tua wali murid waktu itu jelas komite,” ujarnya, seolah mengindikasikan adanya jurang informasi di internal sekolah.
Kasus yang terjadi di MAN 4 Sukabumi ini menjadi potret buram implementasi kebijakan pendidikan di lapangan. Imbauan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun provinsi seolah tak mampu membendung praktik pungutan yang terus menghantui para orang tua siswa.
Kini, harapan para orang tua siswa tertumpu pada perhatian serius dari pihak berwenang, baik dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat maupun instansi terkait lainnya. Mereka mendambakan adanya tindakan tegas untuk mengakhiri praktik yang memberatkan ini, sehingga tidak ada lagi siswa yang terbebani secara finansial maupun moral hanya untuk menuntaskan pendidikan formalnya. Pungutan di MAN 4 Sukabumi ini menjadi tamparan keras bagi cita-cita “sekolah gratis” yang masih jauh dari jangkauan sebagian besar masyarakat.(*)
[ Laporan: Oto Iskandar | Editor Hamjah ]