JENTERANEWS.com – Aksi represif yang dilakukan oleh salah satu Sekretariat Dewan dan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sukabumi kepada demonstran mahasiswa berakhir islah (damai).
Aksi itu tepatnya terjadi pada saat mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berunjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi pada Jumat (1/4/2022) lalu.
Antara pihak Sekwan DPRD, Satpol PP dan PMII Kota Sukabumi melakukan pertemuan di Polres Sukabumi Kota untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hasilnya, mereka sepakat untuk memilih jalan kekeluargaan.
“Menyikapi insiden yang terjadi pada saat aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh PMII Kota Sukabumi, saya atas nama pribadi dan mewakili institusi ingin menyampaikan bahwa kami sangat menyesali terjadinya insiden (tindakan represif),” kata Ketua DPRD Kota Sukabumi Kamal Suherman kepada awak media, Senin (25/4/2022).
“Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya khususnya kepada keluarga besar PMII, wabil khusus kepada Ketua PMII Kota Sukabumi dan umumnya kepada keluarga besar PMII seluruh Indonesia serta seluruh warga masyarakat Sukabumi,” sambungnya.
Sementara itu, permohonan maaf secara terbuka juga disampaikan langsung oleh anggota Sekwan Andi yang diduga melakukan tindakan represif tersebut. Dia mengaku menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi tindakan serupa.
“Dengan ini saya bersama rekan-rekan sekretariat DPRD Kota Sukabumi menyesali kejadian insiden pada saat aksi unjuk rasa yang dilaksanakan oleh PMII. Selanjutnya saya dan rekan-rekan menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada PMII Kota Sukabumi khususnya Ketua Umum PMII apabila dalam kejadian itu terjadi peristiwa yang kurang berkenan,” kata Andi.
Senada dengan anggota Satpol PP Hendra. Dia pun mengatakan permohonan maaf. Hendra mengaku saat kejadian tersebut, ia hanya sekedar menjalankan tugas.
“Tugas kalau saya. Kalau saya secara pribadi tugas saya,” katanya.
Di samping itu, Ketua PMII Kota Sukabumi Syahrul Umar yang juga menjadi korban tindakan represif mengatakan permohonan maaf yang dilakukan oleh Sekwan dan anggota Pol PP bukan hanya sekedar untuk pencabutan laporan saja.
“Ini bukan persoalan pencabutan laporan, tapi terkait persoalan keamanan, pengamanan dan kenyamanan dalam menyampaikan aspirasi atau proses demokrasi. Kami selaku mahasiswa sangat tidak menginginkan ketika menyampaikan suatu aspirasi atau gagasan kami itu kemudian dihambat oleh proses represif,” kata Syahrul.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengingatkan kepada seluruh aparat penegak hukum agar lebih dewasa dan berlaku moral dalam mengedukasi masyarakat. Kesimpulannya, kata dia, proses hukum terkait tindakan represif petugas layanan publik akan dicabut dan berakhir secara kekeluargaan.
“Masyarakat yang ikut andil dan menyimak persoalan ini, mungkin inilah fase yang kita tempuh karena jalan dan titik terangnya ketemu. Dan semua sudah memiliki iktikad baik,” pungkasnya..(*)