JENTERANEWS.com – Usaha pembuatan cangkaleng atau kolang-kaling mengeliat menjelang Ramadan di Desa Sinarbentang, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi. Warga pun kecipratan rezeki dari usaha pengolahan buah caruluk tersebut.
Asap dari rebusan caruluk mengepul dari lapak-lapak sederhana di tepi jalan, Desa Sinarbentang, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Buah pohon Aren itu direbus dalam sebuah tong dengan bahan bakar kayu. Di dalam lapak yang tertutup plastik itu, sejumlah warga sibuk mengupas caruluk yang sudah direbus menggunakan pisau.
Sementara di rumah warga, isi caruluk yang telah dikeluarkan dihantam palu kayu agar pipih oleh warga lain. Kampung-kampung yang sepi itu kini cukup hiruk pikuk sepekan menjelang tibanya bulan suci.
Warga memproduksi kolang-kaling untuk dijual ke para bandar di kota Sukabumi. Salah satu pembuat kolang-kaling tersebut adalah Saep, (43).
Di lapak sederhananya yang berlokasi di Kampung Puncakkaung , Saep mulai menyiapkan kolang-kaling untuk dijual ke bandar. Saban hari, ia memproduksi dan mengumpulkan bahan campuran kolak dan es campur itu.
Salah satu pekerja Saep bernama Hanan menjelaskan, harga kolang Kaling di bulan puasa naik signifikan. “Kalau bulan puasa banyak yang memesan harganyapun lumayan naik” kata Hanan kepada jenteranews.com Senin (11/3/2024).
Menurut Hanan, buah pohon aren tersebut hasil beli dari para petani di desa Sinarbentang, hingga ke wilayah Cidadap. Dalam sehari, lapaknya mampu memproduksi 150 kilogram kolang-kaling. jumlah total produksinya per minggu sekira 1 ton . Harga kolang-kaling memang terbilang tinggi kala puasa.
Harga di tingkat bandar bisa mencapai Rp10.000 per kilogram. Angka itu melonjak ketimbang harga kolang-kaling di bulan biasa yang cuma Rp4.000 sampai Rp5.000 per kilogram. Tak ayal, warga pun tergiur untuk memproduksi kolang-kaling di momen bulan suci.
Hal serupa juga dilakukan warga Sinarbentang lainnya. Lapak-lapak produksi kolang-kaling di kampung itu diisi warga yang tengah merebus dan mengupas caruluk.
Heri (38) warga Desa Sinarbentang turut serta dalam kesibukan itu. Ia mengaku harga memang merangkak naik di hari-hari menjelang Ramadan. Jika berkaca pada puasa tahun lalu, lanjutnya, harga kolang-kaling di kampung bisa mencapai Rp10.000 per kilogram. Sementara di hari biasa, hanya Rp5.000.
Untuk itu, warga memilih mengumpulkan dulu hasil produksinya sebelum dilepas ke bandar. Warga juga tak perlu pusing menjual kolang-kaling. “Nanti bandar-bandar yang datang ke sini),” ujarnya.
Persiapan memproduksi buah pohon aren tersebut ternyata dua bulan sebelum Ramadan misalnya, warga sudah mulai membeli dan mengumpulkan buah caruluk.
“Warga ada yang membeli caruluk, ada juga mendapatkan di kebun masing-masing,” katanya.
Sebulan sebelum puasa, para warga mulai mengumpulkan kayu bakar untuk bahan bakar merebus caruluk. Sekira dua pekan jelang bulan suci, produksi pun mulai berlangsung.
Hingga kini, proses produksi masih dilakukan dengan menggunakan peralatan manual. Untuk mengupas caruluk misalnya, warga masih menggunakan pisau. Sedangkan untuk memipihkan, warga memakai palu kayu.
Heri, berharap, adanya bantuan mesin guna mengupas dan memipihkan caruluk. Dengan demikian, kerja warga bisa lebih efisien dan produksi mampu digenjot tinggi.
Geliat usaha kolang-kaling Desa Sinarbentang menjelang puasa pun menjadi bukti ekonomi kerakyatan masih ada. Ekonomi yang berbagi rezeki, bukan memusatkan keuntungan di satu pihak saja.
Pengolahan kolang-kaling ini menunjukkan penguatan ekonomi yang dapat meningkatkan jiwa kewirausahaan untuk kesejahteraan masyarakat
Melalui pemanfaatan sumber daya alam lokal yang melimpah di Desa Sinarbentang, yaitu produk kolang kaling maka masyarakat dapat merasakan peningkatan ekonomi.(*)