JENTERANEWS.com – Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi pada Kamis (20/3/2025) yang menolak pengesahan RUU TNI, berubah menjadi kericuhan. Insiden ini dipicu oleh tindakan sejumlah mahasiswa yang melarang jurnalis untuk meliput, terutama saat seorang mahasiswa jatuh pingsan dan dievakuasi.
Awalnya, aksi berjalan tertib. Namun, suasana berubah tegang sekitar pukul 17.30 WIB ketika seorang mahasiswa tiba-tiba pingsan. Saat jurnalis berupaya mendokumentasikan proses evakuasi, mereka dihalangi oleh sejumlah mahasiswa. Tak hanya itu, beberapa jurnalis juga menerima perlakuan kasar dan kata-kata tidak pantas.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Sukabumi Raya, Apit Haeruman, mengungkapkan kekecewaannya. “Saat rekan-rekan kami meliput, ada mahasiswa yang mengeluarkan kata-kata kasar. Bahkan, ada yang menarik tas salah satu wartawan saat mengambil gambar, seolah melarang kami bekerja,” ujarnya.
Apit menambahkan bahwa ketika ia mencoba menengahi, ia justru menjadi sasaran pengadangan dan perlakuan kasar. “Saya bahkan sempat dicekik, tetapi saya memilih untuk tidak memperpanjang masalah. Situasi saat itu sangat kacau, dan untungnya saya bisa diamankan oleh rekan-rekan lain,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa peliputan dilakukan di ruang publik, sehingga tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menghalangi kerja jurnalis. Apit menduga, insiden ini terjadi akibat kurangnya pemahaman mahasiswa tentang etika jurnalistik.
“Kami hanya mendokumentasikan momen evakuasi, tidak mengambil gambar detail. Banyak juga mahasiswa lain yang ikut membantu membawa korban ke ambulans,” jelasnya.
Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), Andri Moewashi Idharoel Haq, yang hadir di lokasi, menyesalkan kejadian tersebut. Ia mengakui bahwa situasi sempat tidak terkendali.
“Kami terus memantau aksi ini. Awalnya berjalan aman. Namun, insiden sore itu membuat kami malu. Bahkan, wakil dekan juga turun tangan untuk meredakan situasi,” katanya.
Andri menyoroti kurangnya pemahaman mahasiswanya tentang hak dan kewajiban media. Ia berharap, kejadian serupa tidak terulang dan akan memberikan edukasi kepada mahasiswa tentang hak imunitas media dalam peliputan.
“Sejujurnya, saya rasa mahasiswa tidak paham bahwa media dilindungi undang-undang saat bekerja di ruang publik. Tidak boleh ada yang menghalangi mereka,” ujarnya.
“Saya sudah berbicara dengan rekan-rekan jurnalis. Saya berharap ada edukasi agar mahasiswa memahami hak imunitas media. Sehingga, kejadian seperti ini tidak terulang,” tambah Andri.
Aksi unjuk rasa ini merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan RUU TNI oleh DPR RI pada Kamis, 20 Maret 2025.(*)
Kontributor: Rudi