JENTERANEWS.com – Satuan Reskrim Polres Sukabumi berhasil menangkap empat pelaku jaringan perdagangan orang, serta menggerebek tempat penampungan calon pekerja migran ilegal. Terdapat 13 korban di lokasi.
Dari lokasi, petugas menyita berbagai dokumen kependudukan milik para korban, dua paspor, 13 lembar surat izin keluarga, 17 handphone berbagai merek milik korban dan tersangka, satu bundel bukti percakapan antara tersangka dan korban, dua keping ATM, satu buku rekening dan satu unit mobil jenis Toyota Rush.
Wakapolres Sukabumi Kompol R Bimo Moernanda mengatakan, para pelaku tersebut memiliki peran masing-masing, BR (28) dan CS (46) bertugas merekrut calon tenaga kerja, WN (29) sebagai sopir yang membawa para korban ke penampungan di wilayah Tangerang, Banten, dan BM (56) bertugas menjaga dan mengurus penampungan calon tenaga kerja ilegal.
Adapun korban merupakan para perempuan dengan rentang usia 27 hingga 48 tahun. Mereka rencana akan diberangkatkan ke Arab Saudi dan negara Timur Tengah lain.
“Jumlah korban semuanya 13 orang, rencananya akan diberangkatkan ke Arab Saudi secara ilegal untuk menjadi pekerja migran,” ungkapnya, Jumat (3/6/2022).
Modus para tersangka ini, lanjut Bimo, setelah korban di iming-imingi gaji besar dan korban menyetujuinya, lalu tersangka lainnya menjemput untuk di bawa kepenampungan di Tangerang.
Selama di penampungan Para korban mendapat pengawasan ketat, aktivitas korban terbatas sambil menunggu jadwal pemberangkatan ke negara yang akan menerima mereka sebagai pekerja.
Berdasarkan hasil pemeriksaan salah seorang tersangka diketahui juga melakukan tindakan keji. Ia melakukan eksploitasi seksual pada korban.
“Parahnya lagi, salah satu tersangka melakukan tindakan bejat kepada sejumlah korban, yakni melakukan eksploitasi seksual selama di penampungan,” katanya.
Para tersangka dijerat dengan TPPO Pasal 2 ayat (1) atau ayat (2) dan atau Pasal (4) dan atau Pasal (10) dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Adapun ancaman hukumannya yakni minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta denda minimal Rp120 juta atau maksimal Rp600 juta.
“Kami masih mengembangkan kasus ini, tidak menutup kemungkinan masih banyak korban lainnya,” pungkasnya..(*)