JENTERANEWS.com – Seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial HD (52) di Kota Sukabumi, Jawa Barat, ditangkap oleh polisi karena terlibat dalam peredaran sabu. Penangkapan dilakukan di rumahnya yang terletak di Kelurahan Cikondang, Kecamatan Citamiang. Kota Sukabumi.
Kapolres Sukabumi Kota, AKBP Rita Suwadi, mengungkapkan bahwa HD bekerja sebagai guru olahraga di salah satu Sekolah Dasar (SD). Selain berperan sebagai pengedar, ia juga diketahui sebagai pengguna narkoba jenis sabu.
“Awalnya dia adalah pengguna, namun saat ditangkap, dia juga memfasilitasi, menyimpan, dan terlibat dalam penggunaan. Dia sudah hampir satu tahun menjadi pemakai,” jelas Rita pada Senin (4/11/2024).
Selain HD, polisi juga menangkap dua orang lainnya, yaitu ALH (29) yang bekerja sebagai karyawan swasta dan YI (34) yang berprofesi sebagai mekanik. Keduanya ditangkap di lokasi yang berbeda, yakni di Dayeuhluhur, Citamiang, dan Cikundul, Lembursitu.
Kasat Narkoba, AKP Iwan Hendi Sutisna, menambahkan bahwa ketiga pelaku menggunakan modus operandi yang serupa. Mereka melakukan transaksi melalui sistem transfer, tempel, dan menentukan lokasi pengantaran narkoba. Komunikasi dilakukan melalui aplikasi WhatsApp serta transaksi secara langsung.
“Modus yang digunakan oleh ketiga pelaku hampir sama, ada yang menggunakan sistem transfer, tempel, berbagi lokasi paket narkoba, hingga transaksi langsung,” ungkap Iwan.
“Dari pengungkapan kasus ini, kami telah menyelamatkan ribuan jiwa, terutama generasi penerus, dari bahaya narkoba,” tambahnya.
Secara rinci, polisi berhasil menemukan dua paket sabu dan satu timbangan digital dari HD. Sementara itu, dari ALH, polisi menyita 32 paket sabu siap edar, dan dari YI, 62 paket sabu siap edar serta dua alat timbangan digital.
“Total barang bukti narkoba jenis sabu yang kami amankan dari ketiga pelaku mencapai 28,18 gram,” kata Iwan.
Mengenai asal usul sabu tersebut, Iwan menyatakan bahwa polisi masih melakukan penyelidikan, karena keterangan para pelaku cenderung tidak konsisten.
“Saat ini masih dalam penyelidikan, karena keterangan para pelaku sering berubah. Awalnya mereka mengatakan satu hal, tetapi setelah diperiksa, tidak ada bukti yang mendukung. Jadi, penyelidikan masih berlanjut,” jelasnya.
Akibat tindakan mereka, para pelaku terancam dijerat dengan pasal 114 (2) dan pasal 112 (2) Jo pasal 132 (1) Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman penjara antara 15 tahun hingga seumur hidup.(*)