JENTERANEWS.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Biro Sukabumi dengan tegas mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum personel Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terhadap dua jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Insiden tersebut terjadi saat peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak Undang-Undang TNI pada Senin, 24 Maret 2025.
Koordinator AJI Bandung Biro Sukabumi, Handi Salam, menyampaikan kecaman tersebut di Sukabumi pada Selasa, 25 Maret 2025. Ia menegaskan bahwa tindakan represif yang dilakukan oleh oknum yang diduga berasal dari Polres Sukabumi Kota telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1). Pasal tersebut mengatur bahwa siapapun yang dengan sengaja menghalangi atau menghambat tugas jurnalistik dapat dipidana dengan kurungan penjara maksimal dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Dua jurnalis yang menjadi korban kekerasan dalam insiden tersebut adalah Andri Somantri dari media daring VisiNews dan Siti Fatimah dari media Detik.com.
Andri Somantri, yang sedang meliput dan mengambil foto aksi unjuk rasa di Jalan Ir H Djuanda Kota Sukabumi, menjadi sasaran tindakan represif. Seorang oknum anggota Polri dilaporkan menarik leher Andri hingga tali kartu persnya putus.
Tak hanya Andri, wartawati Siti Fatimah juga mengalami kekerasan dan ancaman dari oknum personel Polri berpangkat Bripka. Oknum tersebut memaksa Siti Fatimah untuk menghapus rekaman video yang merekam tindakan represif aparat terhadap dua peserta aksi yang terpojok. Bahkan, oknum tersebut juga berupaya menyita telepon seluler milik Siti Fatimah.
“Tindakan yang dilakukan oleh oknum personel Polri ini sangat disayangkan dan tidak dapat dibenarkan. Jurnalis menjalankan tugasnya untuk kepentingan publik dan dilindungi oleh undang-undang,” tegas Handi Salam.
Kedua jurnalis yang menjadi korban tersebut merupakan anggota AJI Bandung Biro Sukabumi dan saat melakukan peliputan telah memenuhi semua ketentuan yang berlaku dalam UU Pers, termasuk dengan mengenakan tanda pengenal berupa kartu pers.
Menyikapi insiden ini, AJI Bandung Biro Sukabumi telah mengeluarkan empat pernyataan sikap sebagai bentuk respons dan tuntutan:
- Mengecam keras tindakan kekerasan dan penghambatan tugas jurnalistik yang dialami oleh dua jurnalis saat meliput aksi unjuk rasa. AJI menegaskan bahwa tugas jurnalistik adalah bagian dari kepentingan publik dan dilindungi oleh undang-undang.
- Mendesak Kapolda Jawa Barat dan Kapolres Sukabumi Kota beserta jajarannya untuk segera mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap kedua jurnalis tersebut. AJI menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku yang menghalangi kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers.
- Mengingatkan bahwa jurnalis dilindungi oleh undang-undang dalam menjalankan tugasnya, sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menjamin kemerdekaan pers dan hak pers nasional untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dan gagasan.
- Mengimbau kepada seluruh pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. AJI juga mengingatkan bahwa jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai dengan Pasal 8 UU Pers.
- Meminta kepada kantor media untuk lebih proaktif dalam menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang bertugas di lapangan, terutama dalam situasi yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis ini menjadi sorotan penting bagi kebebasan pers di Indonesia. AJI Bandung Biro Sukabumi berharap agar pihak kepolisian dapat menindak tegas oknum yang terlibat dan memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali, demi terjaminnya kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang.(*)
Laporan : Denny Nurman