JENTERANEWS.com – Bak petir di siang bolong, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, yang baru-baru ini lantang menyuarakan pemberantasan kecurangan di SPBU, kini justru terjerat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Ironisnya, Riva ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) hanya berselang beberapa hari setelah ia menggebu-gebu mengecam kecurangan SPBU di Sukabumi, Jawa Barat.
Pada Rabu (19/2) lalu, Riva dengan tegas menyatakan bahwa Pertamina tidak akan mentolerir praktik kecurangan yang merugikan masyarakat. Ia bahkan mendorong penyidikan kasus kecurangan SPBU yang merugikan negara hingga Rp 1,4 miliar per tahun itu sampai tuntas. “Pertamina dalam hal ini tidak akan segan-segan dan tidak akan mentolerir siapa saja mitra atau pengusaha yang tidak menjalankan pelayanannya sesuai dengan aturan,” ujarnya kepada awak media.
Namun, bak pepatah “air beriak tanda tak dalam”, pernyataan lantang Riva tersebut kini berbalik menghantam dirinya sendiri. Pada Senin malam (24/2), Kejagung mengumumkan penetapan Riva sebagai salah satu dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Angka fantastis ini meliputi kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah dan BBM melalui broker, serta pemberian kompensasi dan subsidi pada tahun 2023.
Modus yang dilakukan Riva pun tak kalah mencengangkan. Menurut Kejagung, ia diduga melakukan praktik oplos Pertalite dengan Pertamax. “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS (Riva) melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah (dari Ron 92) kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk menjadi Ron 92,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
Penetapan Riva sebagai tersangka ini tentu menjadi tamparan keras bagi Pertamina, yang selama ini berupaya membangun citra sebagai perusahaan yang bersih dan profesional. Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan internal di tubuh perusahaan energi pelat merah tersebut.
Masyarakat pun kini menanti kelanjutan proses hukum kasus ini. Akankah keadilan ditegakkan, dan akankah praktik korupsi di sektor energi yang vital ini dapat diberantas hingga ke akar-akarnya,(GC)